Hari Santri, Hari Karakter Bina Putera

Hari Santri, Hari Karakter Bina Putera
by

Bina Putera memaknai Hari Santri sebagai aktivitas penguat diri dalam hidup dengan karakter dan akhlak mulia seperti dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Peringatan Hari Santri dirayakan setiap tanggal 22 Oktober. Bagi SMA Bina Putera ini adalah semacam momentum untuk merefleksi diri. Dalam peringatan Hari Santri tahun 2025 ini digelar beragam aktivitas untuk menguatkan karakter dan akhlak mulia.

Santri pada dasarnya adalah pelajar. Kata lainnya murid, siswa, peserta didik, atau nama lain yang sejenis. Esensinya adalah orang yang sedang belajar. Kekhasan nama “santri” di Indonesia merujuk pada mereka yang mempelajari ilmu agama. Mereka berada di pondok-pondok pesantren. Mereka diasuh oleh para ustad, kiai dan pengasuh pondok yang nota bene memiliki ilmu agama dengan sanad keilmuan yang terstruktur dengan runtut.

Namun, spirit santri umumnya berlaku pada setiap pelajar. Mereka, siapapun dia, yang belajar tentang hidup dan kehidupan akan bersentuhan dengan ilmu agama. Karena ilmu agama adalah pedoman yang terpenting bagi kehidupan manusia. Maka, Bina Putera ikut merayakan Hari Santri sebagai spirit untuk mendalami agama dan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai hal pokok, melalui hari santri, Bina Putera menggelar acara bedah sejarah islam di indonesia dengan menelusuri kembali bagaimana ISlam masuk dan berkembang di Indonesia. “Anak-anak perlu memahami bagaimana mereka menjadi seorang muslim, dengan melihat sejarah nenek moyang mereka memeluk Islam,” ungkap Dirjo, guru Pendidikan Agama Islam.

Dalam momentum Hari Santri juga dikuatkan kembali pentingnya akhlak sebagai potret diri murid Bina Putera. Bagaimana karakter diri itu ditampilkan melalui akhlak mulia dalam keseharian hidup di sekolah dan dikoneksikan ke rumah. Bagaimana akhlak Rasulullah menjadi satu-satunya contoh akhlak, perilaku, kata perbuatan, bahkan diamnya beliau dalam menghadapi masalah, itulah yang mutlak diteladani.

Momentum Hari santri ini menjadi istimewa ketika aspek kemandirian hidup ditampilkan dalam praktik sederhana, dengan makan bersama yang disiapkan secara mandiri. Tradisi santri kampung yang menyiapkan nasi liwet adalah tradisi rutin yang melekat dalam keseharian santri. Tradisi ini sejatinya adalah menguji kemandirian. Bagaimana mereka bisa hidup mandiri, tanpa terlalu bergantung pada siapapun. Kita semua tahu, kemandirian adalah kunci utama dalam menjalani kehidupan. Kemandirian menunjukkan kemerdekaan hidup seseorang agar tidak bergantung pada siapapun, kecuali kepada Tuhan Sang Pencipta. /as

Share

Sekolah Menengah Atas yang mengusung pembelajaran dari pengalaman hidup nyata yang dipraktekkan dalam keseharian.

Recommended Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *